Tapi, hal yang menyebalkan ini tidak dapat aku buang begitu saja. Ia seperti plastik yang sudah tidak dipakai lagi. Kita harus membuangnya, tetapi harus di tempat yang benar karena kalau kita membuangnya ke sembarang tempat seperti contoh di tanah, maka kita akan membutuhkan waktu yang sangat lama untuk menguraikannya. Itu, sepert itu. Seperti itu rasanya ketika aku ingin membuang ketakutanku. Tetapi bedanya, jika plastik masih memiliki tempat yang bisa disebut sebagai pembuangan plastik, maka ketakutanku adalah sebuah atom yang kehadirannya ditolak oleh ribuan atom lain di bimasakti ini lantaran kehadirannya sangat merepotkan.
Itu benar. Ketakutanku sangatlah merepotkan. Ia dapat membuatku tak konsen melakukan apapun di manapun. Ia dapat membuatku jadi aneh, lebih aneh dari biasanya. Ia membuatku berkelana dalam pikiranku sendiri. Aku jadi lebih sering kosong dibuatnya. Ketakutanku seperti dapat mengontrol diriku, melakukan apapun yang ia mau. Dari semua hal yang paling parah di muka bumi ini, aku menobatkan ketakutanku dinomor teratas. Ia pantas mendapatkan penghargaan semacam itu.
Ketakutanku seperti anak kecil yang aku suapi makan setiap hari. Makanan favoritnya adalah kepanikan, kesedihan, kebingungan, dan juga kekhawatiran. Lama kelamaan dia tumbuh dan menjadi tak bisa dikontrol. Sering mengamuk dan mengeluarkan banyak emosi yang mengefek dalam kehidupanku. Jika ketakutan adalah seseorang, aku bersumpah akan melarang 7 keturunanku dan 7 keturunan mereka dan 7 keturunan mereka lagi (dan begitu seterusnya) untuk berkenalan dengannya.
Ketakutanku seperti mantan pacarmu yang sangat posesif. Terus memelukmu lantaran ia takut bahwa suatu hari kamu akan menyadari kalau ada seseorang di luar sana yang jauh lebih bisa membuatmu senang, dan namanya adalah Bebas.